Kamis, 06 Oktober 2011

kloning sel T


Sel dari sistem imun kita menemukan dan menghancurkan zat asing yang memasuki tubuh kita yang dapat menyebabkan penyakit. Zat asing atau patogen ini dikenali oleh sistem imun kita sebagai bukan bagian dari tubuh. Sitem imun ini mengenali protein permukaan dari patogen ini sebagai zat asing kemudian menghancurkannya dengan berbagai strategi termasuk produksi antibodi, dan menelan sel asing.2
Sel sistem imun mempertahankan tubuh ini dengan bekerja sebagai tim. Tim ini bekerja dengan ketepatan dan langkah yang terkoordinasi dengan baik. Molekul spesifik pada permukaan selnya itu memediasi komunikasi antar sel imun. Meskipun sangat spesifik namun interaksi dan respon imun tergantung pada kesempatan bertemunya sel di cairan limfe dan sistem sirkulasi.2
Sel T penolong merupakan salah satu anggota dari sistem pertahanan tubuh kita yang bertugas menginterpretasi pesan yang ditampilkan pada permukaan membran sel. Pesan ini merupakan sebuah fragmen protein yang diambil dari sel asing tersebut. Kemudian serangkaian peristiwa menyebabkan produksi dari banyak klon sel T penolong. Sel T ini dapat berlaku sebagai brigade yang membentuk jaringan komunikasi yang esensial untuk mengaktifkan sel B, yang membuat antibodi yang akan menyerang antigen dengan lebih spesifik.2
Karena pentingnya sel T dalam sistem imun kita maka para ilmuwan kini sedang berusaha mengkloning sel ini untuk memperbanyak sel T sehingga dapat meningkatkan kerja dari sitem imun dalam melawan sel kanker. Tim ilmuwan di Amerika Serikat berhasil mengkloning sel T dan mengembalikannya ke tubuh pasien agar dapat menyerang kanker kulit. Pria berusia 52 tahun dengan kanker kulit berat bebas dari melanoma dua tahun setelah perawatan. Dalam dua bulan, hasil scanning menunjukkan tumor di paru-paru dan kelenjar getah bening laki-laki itu hilang dan dua tahun setelah perawatan itu dia masih bebas dari kanker. Para ilmuwan di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle berkonsentrasi pada jenis sel darah putih yang dinamai sel CD4+ T. Dari sampel sel darah putih si pria, mereka bisa memilih sel-sel CD4+ T yang yang telah secara khusus diarahkan untuk menyerang bahan kimia yang ditemukan pada permukaan sel-sel melanoma.6
 Tim ilmuwan di Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka telah berhasil merawat seorang laki-laki yang menderita kanker kulit berat dengan cara meng-cloning salah satu sel darah sistem kekebalan tubuhnya agar dapat menyerang penyakit tersebut. Pria berusia 52 tahun tersebut bebas dari melanoma dua tahun setelah perawatan. Sebelumnya si pasien mengidap melanoma tingkat lanjut yang telah menyebar ke paru dan limfa.
Seperti dilaporkan New England Journal of Medicine, teknik medis ini dilakukan dengan mengisolasi salah satu sel pelawan kanker, T-cell, dan menciptakan beberapa miliar cloning-nya di laboratorium dan mengembalikan sel-sel itu ke tubuh si pasien. Dalam dua bulan, hasil scanning menunjukkan tumor di paru-paru dan kelenjar getah bening laki-laki itu hilang dan dua tahun setelah perawatan itu dia masih bebas dari kanker. Para peneliti menekankan bahwa terapi ini masih membutuhkan penelitian yang lebih luas untuk memeriksa efektivitas sistem itu terhadap berbagai jenis penyakit kanker. Para ilmuwan di Inggris juga memperingatkan pengujian lebih lanjut perlu dilakukan untuk membuktikan efektivitas perawatan tersebut. Para ilmuwan di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle berkonsentrasi pada jenis sel darah putih yang dinamai sel CD4+ T.
Dari sampel sel darah putih si pria, mereka bisa memilih sel-sel CD4+ T yang yang telah secara khusus diarahkan untuk menyerang bahan kimia yang ditemukan pada permukaan sel-sel melanoma.(11)
A. Definisi Sel T
Sel T merupakan tipe limfosit yang berperan dalam proses infeksi dan perlawanan dalam darah. Peran normalnya yaitu membunuh sel – sel yang terinfeksi virus dan beberapa sel kanker. Secara umum, sel T terdiri dari:
1.   Helper T-cell (Sel T penolong) yang membantu fungsi dari sel B. Tipe sel imun ini menstimulasi sel T pembunuh, makrofag, dan sel B untuk membuat respons imun. Dinamakan pula sebagai CD4+ limfosit T.
2.   Suppressor T-cell (Sel T penekan) yang peranannya terbagi menjadi 2, yaitu menghambat sel B dan menghambat sel T.
3.Cytotoxic T-Cell (Sel T sitotoksik) yang merupakan imunisasi pasif didapat dimana sel menyerang antigen secara langsung.
Peranan dari limfosit T atau sel T dimana sel T dibentuk di sumsum tulang yaitu sebagai proliferasi dan diferensiasi yang terjadi di kelenjar timus. Sel T berfungsi dalam pertahanan terhadap bakteri (intraselular), virus, jamur, parasit, sel – sel ganas dan lain – lain.
Namun, tubuh tidak memiliki cukup sel T untuk melawan sejumlah besar tumor ataupun kanker, dan sel – sel kanker seringkali mengembangkan mekanisme proteksi untuk mencegah mereka dikenali oleh tubuh sebagai penyakit.
Oleh karena itu, para ilmuwan berhasil mengembangkan suatu metode agar sel T dapat dikembangkan di luar tubuh dan kemudian dikembalikan ke pasien yang menderita kanker. Hal ini dikenal sebagai  “terapi adoptif”(9)
B.  Tujuan Terapi Sel T Adoptif
Secara umum, terapi baru dapat diterapkan pada kanker kulit (melanoma) stadium lanjut. Namun, penelitian terus digalakkan untuk dapat mengaplikasikan model terapi ini pada kanker – kanker epitelial lainnya, seperti kanker payudara, paru – paru, dan kanker ginjal seperti pada proyek yang dibiayai oleh NWO, dimana metode eksperimental telah dikembangkan untuk menghadapi kanker ginjal yang bermetastasis. Setelah direkayasa di luar tubuh, sel T yang diambil dari sistem imun tubuh sendiri menyerang kanker. Studi klinik dalam beberapa tahun kemudian akan menunjukkan apakah pengobatan juga bekerja pada praktik nyata. (4)
Metode eksperimen di            dasarkan pada sel T yang direkayasa secara genetis. Para peneliti, di Rotterdam University Hospital’s Daniel den Hoed Cancer Centre, mengambil sel T dari sistem imun dan mengubah mereka di luar tubuh. Sel T yang telah diadaptasi kemudian menemukan sel –sel kanker ginjal yang bermetastasis dalam tubuh. Saat mereka telah menemukan target mereka, sistem imun standar mengambil alih. Tubuh melawan sel – sel kanker dan menghancurkannya. (13)
Sel T hasil rekayasa genetik melakukan pekerjaan mereka sangat efektif selama percobaan in vitro. Beberapa tahun kemudian, para peneliti berencana melakukan studi klinik besar – besaran.
Para imunologis membawa tes tumor tiap pasien karena terdapat beberapa tipe kanker ginjal yang berbeda. Tim kemudian menyisipkan gen ke dalam sel T yang spesifik bagi tumor ginjal dan yang memproduksi reseptor pada sel T. Reseptor menuntun diri mereka sendiri menuju tumor ginjal saat meninggalkan sel normal sendirian. (12)
Untuk  merekayasa sel T, para peneliti menggunakan virus yang mengandung gen untuk reseptor. Virus berpenetrasi dengan sel T, menginfeksinya dan mengantar gen. (5),(6)
Ilmuwan menamakan terapi immunogenetik mereka dengan ‘chimaera receptor mediated’. Pengobatan eksperimen mengombinasikan sel T dan antibodi, atau sistem imun seluler dengan sistem imun humoral. (1)
C.  Macam –macam Gen yang Direkayasa
  1. 1. MHC (Major Histocompatibility Complex)
Merupakan daerah genomik besar atau keluarga gen pada sebagian besar vertebrata, terutama pada mamalia. MHC berperan penting pada sistem imun dan autoimunitas. Protein yang disandikan oleh MHC diekspresikan di permukaan sel, dan tampilan dari self antigen (peptide pecahan dari sel sendiri) dan nonself antigen (pecahan menyerbu jasad renik) ke jenis sel darah putih disebut sel T yang memiliki kapasitas membunuh patogen dan menginfeksi sel.
Pada terapi, yang digunakan adalah MHC kelas II. MHC kelas II ini berfungsi untuk menyandikan peptida heterodimer yang terikat dengan protein dan protein itu mengatur antigen ke MHC kelas II di lysosomal. Ekspresinya adalah pada sebagian besar sistem imun, khususnya di antigen-presenting cell. MHC kelas II ini menyandikan fragmen antigen ke sel T penolong dengan berikatan pada CD4-reseptor di sel T penolong. (2)
  1. CD28 (Cluster of Differentiation 28)
CD28 adalah salah satu dari molekul yang diekspresikan di sel T yang menyediakan sinyal co-stimulatory, yang dibutuhkan untuk mengaktivasi sel T. CD28 adalah reseptor untuk B7.1 (CD80) dan B7.2 (CD86). Bila diaktifkan olehToll-like receptor ligands, ekspresi B7.1 adalah “upregulated” di antigen presenting cells (APCs), sedangkan ekspresi B7.2 di APCs adalah “constitutive”. CD28 adalah satu-satunya reseptor B7 yang diekspresikan di sel T. Stimulasi melalui CD28 sebagai tambahan terhadap TCR yang dapat menyediakan sinyal co-stimulatory yang kuat ke sel T untuk produksi berbagai macam interleukin (il-2 dan il-6). (2)
  1. CD8 (Cluster of Differentiation 8)
CD8 adalah glikoprotein transmembran yang bertindak sebagai koreseptor untuk reseptor sel T (TCR). Seperti TCR, CD8 mengikat MHC,  tetapi khusus untuk kelas I MHC. Terdapat dua isoform protein, yaitu alfa dan beta, yang masing-masingnya disandikan oleh gen yang berbeda. Pada manusia, keduanya berada di kromosom 2 di posisi 2p12. (2)
  1. CD4 (Cluster of Differentiation 4)
CD4 adalah suatu glikoprotein yang diekspresikan di permukaan sel T penolong, sel T regulator, monosit, makrofag,  dan sel dendritik. CD4 ditemukan diakhir 1970 dan semula diketahui sebagai leu-3 dan T4 (setelah antibody monoklonal OKT4 bereaksi dengan CD4), sebelum berganti nama menjadi CD4 di 1984. Pada manusia, CD4 disandikan oleh gen CD4.
CD4 adalah suatu koreseptor yang membantu reseptor sel T (TCR) untuk mengaktifkan sel T dan juga interaksi terhadap APCs. CD4 juga saling berhubungan secara langsung dengan MHC kelas II di permukaan APCs menggunakan daerah ekstraselulernya. (2)
D.     Sel T Rekayasa
Modifikasi genetis sel T yang meningkatkan efek antitumor dan rekonstitusi imun dari immunosupresan pasien merupakan strategi yang menarik. Pada pasien dengan immunodefisiensi bawaan dan didapat, sel T yang secara genetis dimodifikasi telah ditunjukkan selama setahun pada manusia yang mendapatkan transfer adoptif, yang mengindikasikan pendekatan secara umum dapat dilakukan. (7)
1.         Sel T rekayasa untuk mengekspresikan molekul – molekul pembunuh.
Keterbatasan dasar dari terapi sel T adoptif untuk beberapa tumor adalah bahwa tumor sifatnya antigenis lemah; sehingga, baik sel T dengan aviditas tinggi untuk antigen tumor spesifik maupun sel T dengan spesifikasi yang diinginkan tertinggal dalam pasien yang menjalani kemoterapi. Dua strategi untuk menyelesaikan keterbatasan ini masih menjalani tes klinik.
Reseptor baru dengan sel T oleh pengenalan “T bodies”, reseptor chimeric yang memiliki struktur antibodi berbasis reseptor eksternal dan domain sitosol yang mengkode sinyal transduksi molekul reseptor sel T. Bentuk ini dapat berfungsi untuk menargetkan kembali sel T in-vitro dalam MHC (Major Histocompatibility Complex)-unrestricted manneruntuk menyerang tumor ketika menahan spesifikasi MHC-restricted untuk TCR (T Cell Receptor) endogen. Tiga percobaan klinik baru – baru ini dilaporkan. Pertama, percobaan yang mengetes sel T mengekspresikan reseptor sel T spesifik untuk protein pengikat folat yang tampak pada sel karsinoma ovarium. Kedua, tes pada anak – anak dengan neuroblastoma yang diterapi  dengan sel T autolog diretarget bagi molekul adhesi yang berhubungan dengan tumor telah menunjukkan bahwa tes ini aman tetapi keberlangsungan hidup sel T rendah. Ketiga, Lamers dan rekannya menguji sel T yang mengekspresikan reseptor spesifik T body untuk karbonik anhidrase IX, antigen yang tampak di permukaan sel karsinoma dari sel ginjal.
Lebih lanjut lagi, studi ini mengindikasikan target reseptor antigen chimeric harus secara hati – hati dipilih untuk menghindari efek samping yang tidak diinginkan, perlu diinkorporasikan menjadi vektor pembawa ekspresi reseptorchimeric. Pada beberapa pasien dari hasil studi di atas, sel – sel yang direkayasa bertahan selama beberapa hari hingga minggu sebelum eliminasi oleh respons imun inang, mengindikasikan bahwa tantangan teknik dalam hal ini adalah mencegah respons imun inang dari proses eliminasi sel transfer adoptif. Hal lainnya meliputi perbaikan desain reseptor dengan mengoptimasi domain pengikat ligan dan dengan mencoba untuk menyatukan domain yang mensinyal kostimulator ke dalam modul sinyal. Isu dasarnya penting karena aviditas dari domain pengikat ligan harus disesuaikan untuk menghasilkan spesifikasi sel –sel tumor dan mengizinkan pemutusan ikatan dari target sehingga sel T dapat menjadi “serial killers”.
Sel T juga ditransduksi untuk mengekspresikan heterodimer alami áâTCR yang dikenal memiliki spesifikasi dan aviditas untuk antigen tumor. Pada percobaan klinis pertama, sel T direkayasa untuk mengekspresikan TCR spesifik bagi glikoprotein 100 (gp100), dan pasien limfodeplesi dengan melanoma diberikan infus tunggal dari sel T rekayasa ini dan dilanjutkan oleh infus IL-2 (Infusion Interleukin-2). Kepedulian akan masalah ini telah menjadi suatu tambahan, spesifikasi reseptor baru dengan memasangkan transgen dengan rantai endogen TCR. Menjadi suatu yang menggembirakan bahwa tidak terdapat toksisitas selama percobaan, dan menjanjikan ketahanan dari sel T rekayasa yang diperiksa pada beberapa pasien. Namun, masalah yang berkembang adalah level permukaan sel rendah dari TCR spesifik gp100, yang mengindikasikan fungsi efektor menjadi minimal serta tiap – tiap TCR bersifat spesifik untuk kompleks peptida MHC, sehingga tiap vektor hanya dapat berguna bagi pasien yang berbagi MHC alel dan antigen tumor. (7)
2.         Sel T rekayasa untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup.
Keterbatasan terapi adoptif limfosit T sitotoksik (CTL) adalah bahwa mereka mempunyai kemampuan bertahan dalam inang untuk jangka pendek pada kehadiran sel T antigen-spesifik dan/atau infus sitokin. Greenberg dan rekannya telah mentransduksi CTL manusia dengan reseptor chimeric GM-CSF–IL-2 yang membawa sinyal IL-2 ketika mereka mengikat GM-CSF (Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating Factor). Stimulasi CTL dengan antigen menyebabkan sekresi GM-CSF dan terlihat pada pertumbuhan autokrin dimana klon CTL berproliferasi pada kehadiran sitokin eksogen. Modifikasi genetik dari tipe ini memiliki potensi untuk meningkatkan sirkulasi waktu paruh dari CTL dengan perpanjangan khasiat dari ex-vivo memperbesar sel – sel. Strategi yang berhubungan untuk meningkatkan fungsi sel T adalah dengan merekayasa sel T untuk mengekspresikan CD28 secara ektopik atau katalitik subunit dari telomerase. (7)
3.         Penggunaan tikus laboratorium untuk uji praklinis terapi sel T adoptif.
Tikus yang memiliki tumor telah menjadi hal yang esensial bagi identifikasi dan uji praklinis dari banyak terapi tumor. Namun, sejauh ini belum ada satu model tikus bertumor yang dapat dijadikan patokan untuk respons manusia terhadap imunoterapi. Sebagai contoh, pada tikus terapi dengan antibodi cytotoxic T lymphocyte–associated antigen 4–specific (CTLA4-specific) menginduksi respons antitumor dan dapat ditoleransi dengan baik sedangkan pada manusia respons antitumor dapat terjadi oleh adanya colitis dan hypophysitis. Keterbatasan substansial pada beberapa model tikus menunjukkan bahwa ini memiliki implikasi penting bagi imunoterapi adoptif.
CD28, membran glikoprotein yang merupakan reseptor kostimulator untuk aktivasi TCR yang dimediasi oleh sel T, merupakan molekul kostimulator utama bagi aktivasi sel T pada tikus dan manusia. Pada manusia, bukan tikus, terdapat akumulasi sel T CD8+CD28 pada darah perifer dengan usia dan panjang kultur ex-vivo yang meningkat. Sel T CD8+CD28 T seringkali berbentuk  oligoklonal di alam dan tidak berproliferasi dengan baik dalam respons terhadap stimulasi antigen. Karena hampir semua sel T dalam perifer darah dari bayi yang baru lahir mengekspresikan CD28 dan karena akumulasi sel T CD28merupakan proses yang berjalan seiring usia, telah disarankan bahwa sel T CD8+CD28diambil dari sel T CD8+CD28+. Antibodi agonis CD28-spesifik berguna bagi stimulasi ex-vivo pada sel T manusia untuk terapi adoptif. Bagaimanapun juga, karena masih membutuhkan klarifikasi, pemberian in-vivo antibodi agonis CD28-spesifik , walaupun dapat ditoleransi oleh rodensia, tetap bersifat toksik bagi manusia. Terlepas dari kelemahan ini, model tikus tetap berharga dalam menentukan limfosit optimal dan kondisi kultur bagi terapi sel T adoptif. (7)
4.         Usaha untuk mengoptimalkan fungsi sel T
Sel T berada dalam beberapa tipe yang berbeda. Sel T CD4+ dan CD8+ menjalani program pengembangan yang unik setelah aktivasi antigen, menghasilkan memori efektor dan sel T memori sentral yang tahan lama, sel TEM (sel T memori efektor) dan sel TCM (sel T memori sentral). Antigen otonom yang mempercepat proses diferensiasi terdiri dari konversi sel T alami menjadi efektor dan kemudian terjadi sel TEM, diikuti oleh penampakan sel TCM setelah klirens antigen melalui proses dediferensiasi. Sel TCM, yang paling sedikit terdiferensiasi oleh sel T yang terstimulasi oleh antigen, menahan perkembangan sel T asal, termasuk kapasitasnya untuk memperluas klon yang bertanda. Sel – sel diantara kompartemen sel TCM bersifat regenerasi sendiri dan berperan sebagai sumber dari sel T efektor. Jelas bahwa berbagai sel T memori memiliki peran yang khusus dan tidak semuanya berkhasiat bagi perawatan kanker dengan terapi sel T adoptif.
Berdasarkan penelitian akhir – akhir ini, sel T asal tidak terlalu bermanfaat karena ketidakmampuannya dalam membunuh sel tumor. Sel TCM dan TEM mempunyai sifat yang potensial pada terapi sel T adoptif. Stadium akhir dari sel TEM mengekspresikan CD57 dan memiliki kapasitas replikasi yang rendah. Secara in vitro, sel TEM sifatnya superior terhadap sel TCM dalam hal ketoksisitasan tumor. Namun, secara in-vivo, TCM sel menunjukkan efek terapeutik yang lebih bila dibandingkan dengan sel TEM per basis sel. Sehingga, pada dasarnya, strategi transfer sel T adoptif cukup baik dalam hal kemampuannya untuk memproduksi populasi yang bertahan lama dari sel TCM yang mampu sebagai penghilang tumor. (7)
Faktor – faktor yang menentukan sel T CD8+ optimal bagi proses transfer adoptif.
Beberapa studi mengindikasikan bahwa sel T pertama – tama berdiferensiasi menjadi sel T efektor, dan kemudian menjadi sel TCM. Studi lain menyebutkan terjadi diferensiasi paralel, dengan sel T secara langsung berubah menjadi  TCM dan sel – sel efektor secara simultan melalui divisi asimetris.
Pada tikus, sel T CD8+ mengekspresikan level tinggi dari stem cell antigen 1 (SCA1), molekul terhubung glikosilfosfatidilinositol yang ditemukan di berbagai jaringan yang baru terbentuk.
Pada manusia, terapi sel T adoptif telah menggunakan darah perifer, tumor, efusi malignan, dan saluran nodus limfa sebagai sumber anatomi input sel T bagi transfer adoptif. Tulang pipih dari pasien kanker payudara ditemukan mengandung sel T CD8+ spesifik untuk epitop peptida dari antigen tumor MUC-1 (Mucin-1) dan HER2/neu (Human Epidermal Growth Factor Receptor 2), dan transfer adoptif memori sel T CD8+ manusia menjembatani aktivitas antitumor pada tikus. Lebih jauh lagi, tulang pipih dari pasien dengan kanker pankreas atau myeloma juga menunjukkan peningkatan sel T CD8reaktif tumor. (7)
5.         Peran sel T CD4+ pada transfer sel T cell adoptif.
Banyak studi menunjukkan bahwa memori sel T CD8+ membutuhkan bantuan sel T CD4+ dan bahwa imunitas spesifik untuk tumor yang kehilangan ekspresi molekul MHC kelas II ditingkatkan dengan bantuan sel T CD4+. Sel T CD4+meningkatkan efek antitumor pada inang yang memiliki tumor sehingga kekurangan MHC kelas II. Namun, sel T CD4+yang ditransfer adoptif memiliki potensi untuk meningkatkan jumlah imunitas tumor oleh beberapa mekanisme yang dapat meningkatkan ketahanan dan fungsi dari sel T CD8+, termasuk sekresi sitokin esensial seperti IL-2 dan IL-21 dan ekspresi CD40L. Sel CD4+ juga berperan dalam fungsi efektor tambahan. Bukti menunjukkan bahwa sitokin lain yang diproduksi oleh sel T CD4+ dapat merekrut dan mengaktivasi makrofag serta eosinofil yang memediasi efek antitumor. Studi terakhir pada pasien dengan myeloma menunjukkan bahwa transfer adoptif dari campuran sel T patogen spesifik CD4+ dan CD8+ mempromosi pembentukan imunitas dengan komponen memori pusat yang kuat. Namun, masih belum diketahui apakah hal ini meningkatkan pembentukan imunitas terhadap antigen pada pasien kanker.
Rantai ã (ãc) adalah komponen reseptor terbagi untuk reseptor IL-2, IL-4, IL-7, IL-9, dan IL-15. Pada tikus, IL-15 tidak diproduksi oleh sel T sedangkan pada manusia sel T memori CD4+ dilaporkan memproduksi dan berproliferasi dalam responnya terhadap sitokin IL-15. Analisis genetis pada pasien dengan defisiensi ãc mengindikasikan bahwa manusia sangat tergantung pada sitokin yang member sinyal melalui ãc untuk perkembangan sel T. penggunaan IL-15 untuk terapi sel T adoptif memegang peranan penting dalam meningkatkan jumlah sel T dan fungsi efektor, walaupun perbedaan spesies dapat diperkirakan. (7)

E.        Proses Terapi Sel T Adoptif

Pemahaman yang lebih luas akan bagaimana sel T bekerja berpasangan dengan teknik terapi gen tingkat lanjut telah mendukung ide “rekayasa sel T” yang berarti memfasilitasi sel T untuk menyerang kanker.
Konsep dasarnya meliputi rekayasa sel T untuk memiliki reseptor target tumor diluar permukaan sel. Molekul target didasarkan pada antibodi yang bekerja seperti alat penanda sehingga sel T dapat menemukan dan bergabung dengan sel – sel kanker. Terapi sel T yang direkayasa meliputi pengambilan sel T dari darah pasien, sel T pasien dicampur dengan virus yang membawa molekul target kepada sel T tersebut.
Sel T tersebut kemudian diperbanyak dalam dalam laboratorium dan diinjeksikan kembali dalam jumlah besar ke dalam pasien dan menyebabkan terjadinya regresi tumor.
Cara yang efektif untuk mengonversi limfosit normal dalam laboratorium menjadi sel – sel yang melawan bakteri adalah dengan menggambar sampel kecil darah yang mengandung limfosit normal dari individu pasien dan sel yang terinfeksi dengan retrovirus ke laboratorium. Retrovirus berperan seperti carrier untuk mengantar gen – gen yang mengkode protein spesifik, disebut reseptor sel T (TCR), ke dalam sel. Ketika gen – gen telah aktif, TCR dibuat dan protein – protein reseptor ini mendekorasi permukaan luar dari limfosit. TCR berperan sebagai inang di mana mereka mengenali dan berikatan dengan molekul tertentu yang ditemukan di permukaan sel tumor. TCR kemudian mengaktivasi limfosit untuk menghancurkan sel kanker. (9),(10)
Skema singkat proses terapi sel T adoptif:
F.      Keuntungan dan kerugian Terapi Sel T Adoptif
Terapi adoptif inipun memiliki dua sisi yang saling berkorelasi, baik sisi positif maupun sisi negatifnya.
1.   Keuntungan
  • Sel T dapat masuk ke dalam tumor yang mengekspresikan antigen tidak peduli dimanapun mereka berada di dalam tubuh, bahkan dalam jaringan sekalipun.
  • Sel T dapat melanjutkan proliferasi dalam merespons protein immunogenik yang diekspresikan dalam sel kanker hingga semua sel – sel tumornya hilang.
  • Memori immunologi dapat diproduksi serta mengizinkan bagi penghilangan tumor yang menghalangi jika mereka muncul.
  • Keuntungan utama dari penggunaan CD8+ sel T untuk terapi adoptif, sebagai lawan terhadap sel – sel sitolitik lainnya, adalah kemampuan mereka untuk secara spesifik menargetkan sel – sel tumor melalui pengenalan protein yang mengekspresikan tumor secara berbeda yang terlihat di permukaan sel. Menggunakan sel T untuk terapi adoptif juga menarik karena waktu hidup klon sel T yang panjang, yang mengizinkan terapeutik dan immunoprofilaksis dapat dilakukan bersamaan. Sebagai tambahan, sel T cocok bagi manipulasi genetik, yang mengizinkan evaluasi secara genetis ditingkatkan atau meretarget sel T pada percobaan klinik untuk kanker seperti penyakit – penyakit lainnya.
  • Teruji pada pasien dengan melanoma stadium lanjut selama rentang waktu dua tahun pemberian di mana sel – sel tumornya menghilang dan dinyatakan telah sembuh.
Dapat menjadi alternatif terapi tidak terbatas hanya pada kanker kulit (melanoma) saja, walaupun masih dalam tahap uji klinis. (7)
2.   Kerugian
  • Hingga saat ini, terapi adoptif hanya dapat diaplikasikan pada pasien dengan sistem imun dan tipe kanker tertentu.
    • Terapi ini menunjukkan keberhasilan namun dengan persentase kecil pada orang yang menderita melanoma stadium lanjut.
    • Efek sampingnya dapat menjadi serius pada beberapa kasus, meliputi vitiligo (daerah putih pada kulit dimana sel – sel pigmen normal diserang oleh limfosit yang menginfiltrasi tumor (TIL) dan infeksi oportunistik lainnya.
    • Hanya 30 – 40% spesimen biopsi yang menghasilkan populasi sel T dengan jumlah memuaskan.
    • Prosesnya membutuhkan pekerja dan waktu yang banyak, yaitu membutuhkan sekitar 6 minggu untuk memproduksi sel T untuk nantinya dimasukkan kembali ke dalam tubuh melalui proses infus.
      • Respons sel T tumor spesifik sulit dihitung dan bertahan dalam pasien kanker serta terbatas akibat mekanisme sejumlah imun dari sel – sel tumor yang terseleksi selama proses imun.
Hanya dapat digunakan untuk pasien yang telah memiliki populasi limfosit yang terspesialisasi yang dapat mengenali tumor sebagai sel – sel abnormal. (7)
G.        Uji Klinis
  1. Peneliti NCI, dipimpin oleh Steven A. Rosenberg, M.D., Ph.D.
Tim peneliti dari National Cancer Institute (NCI), bagian National Institutes of Health, telah mendemonstrasikan regresi tetap dari melanoma stadium lanjut pada studi terhadap 17 pasien dengan menggunakan sel darah putih mereka sendiri yang telah direkayasa secara genetik untuk mengenali dan menyerang sel – sel kanker. Studi tampak di edisi jurnal dari jurnal Science pada 31 August 2006.
NIH Director Elias A. Zerhouni, M.D mengungkapkan bahwa hasil ini merepresentasikan terapi gen yang pertama kali digunakan secara sukses untuk mengobati kanker untuk melanoma, tetapi juga untuk kanker – kanker umum lainnya, seperti kanker payudara dan paru – paru.
Dalam studi ini, limfosit yang baru direkayasa diinfus ke dalam 17 pasien yang mengidap melanoma metastasis stadium lanjut. Terdapat tiga grup dalam studi ini. Kelompok pertama terdiri dari  tiga pasien yang tidak menunjukkan keterlambatan dalam progres penyakit mereka. Sebagaimana studi berkembang, peneliti meningkatkan perawatan limfosit dalam laboratorium sehingga sel – sel dapat diberikan dalam fase perkembangan teraktif mereka. Dua grup lainnya, pasien – pasien mendapatkan perawatan yang telah dikembangkan. Dua pasien mengalami regresi kanker, memiliki level tinggi yang tetap dari limfosit yang telah diubah secara genetis, dan telah terbebas dari penyakit lebih dari satu tahun. Satu bulan setelah menerima terapi gen, semua pasien pada dua grup terakhir masih memililki 9 – 56% reseptor sel T (TCR) yang mengekspresikan limfosit. Tidak ada efek samping toksik yang dialamatkan kepada sel – sel yang telah dimodifikasi pada pasien.
Pendekatan untuk meningkatkan fungsi TCR rekayasa – termasuk perkembangan dari TCR yang dapat berikatan dengan sel – sel tumor lebih kuat – dan metode lebih lanjut yang menggunakan retrovirus masih dalam penyelidikan.. Peneliti – peneliti juga telah mengisolasi TCR yang mengenali kanker – kanker umum lainnya selain melanoma.  (4) (7)
  1. Anggota Clinical Research Division di Fred Hutchinson Cancer Research Center, Cassian Yee, M.D.
Para ilmuwan mendeskripsikan kesuksesan pertama mereka yang menggunakan sel T dari pasien yang telah terinfeksi dan kemudian dikloning sebagai terapi satu – satunya untuk meletakkan tumor kanker stadium lanjut ke dalam remisi jangka panjang. Tim yang dipimpin oleh Cassian Yee, M.D., anggota Clinical Research Division di Fred Hutchinson Cancer Research Center, melaporkan penemuan ini pada 19 Juni yang diterbitkan di New England Journal of Medicine.
. Menggunakan sistem imun pasien sendiri untuk melawan kanker, disebut immunoterapi, merupakan area penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan perawatan kanker yang lebih sedikit sifat toksiknyadibandingkan dengan kemoterapi standar dan radioterapi.
Pasien pada jurnal dilaporkan merupakan satu dari sembilan pasien dengan melanoma metastasis yang sedang menjalani perawatan dalam percobaan klinis pada tes dengan dosis besar sel T autolog CD4+. Studi awal yang dilakukan oleh Yee menggunakan sel T CD8+, yang tidak dapat bertahan di dalam tubuh tanpa bantuan sel T CD4+ atau growth factors (faktor pertumbuhan) seperti interleukin 2 (IL-2). Yee dan rekannya mengemukakan teori bahwa infusi dosis besar sel T CD4+ akan bertahan lebih lama dalam tubuh karena mereka membuat growth factor-nya sendiri, yakni interleukin 2, sambil menstimulasi efek anti-tumor dari pasien yang memiliki  sel T CD8+. Namun, hingga saat ini belum ditemukan cara untuk mengisolasi dan mengembangkan anti-tumor sel T CD4+ di laboratorium.
Para peneliti berhasil di semua tahap ini. Pasien menerima dosis 5 juta sel T CD4+ yang terkloning dengan spesifikasi untuk melanoma yang berhubungan dengan antigen NY – ESO – 1. Sel – sel bertahan sekitar 80 hari dalam tubuh pasien. Dan, walaupun hanya sekitar 50 – 70 % sel – sel tumor pasien yang mengekspresikan antigen NY – ESO – 1, tumor secara keseluruhan berregresi mengikuti jumlah pemberian. Para ilmuwan mempostulasikan bahwa respons imun pasien diperluas ke antigen lain yang diekspresikan oleh sel – sel tumor. Tes – tes selanjutnya menunjukkan respons sel T pada dua antigen tumor tambahan, MAGE-3 and MART-1 (melanoma-associated antigen recognized by T cells 1).
Lebih lanjut, sel T kloning CD4+ (HC/2G-1) terbentuk oleh stimulasi sel T darah perifer dari pasien dengan karsinoma sel renal (RCC) dengan prainkubasi sel – sel dendritik dengan tumor renal apoptosis autolog pada kehadiran IFN-. Hal inilah yang mengenali autolog RCC dan RCC paling allogenik RCC dengan pelepasan IFN- (10 dari 11 baris) dan lisis (9 dari 10 baris), tetapi tidak mengalikan sel – sel EBV B atau fibroblast. Hal ini menunjukkan sedikit atau bahkan tanpa pengenalan dari panel melanoma, kanker payudara dan kanker paru – paru sel besar. Secara fenotip, HC/2G-1 merupakan CD3+CD4+ TCR β+, tetapi CD161CD16NKG2D. Pengenalan  tumor oleh kloning HC/2G-1 tidak diblok oleh Abs menjadi HLA kelas I atau II, tetapi secara signifikan direduksi oleh anti-TCR β Ab.
Kemudian, pengenal tumor adalah β2-mikroglobulin-independent. HC/2G-1 tidak menggunakan V atau Vβ yang dideskripsikan untuk sel – sel NKT klasik, tetapi lebih kepada V14 dan Vβ2.1. Allogenik sel T berkotransfeksi dengan mRNAs yang mengkode rantai  dan β dari HC/2G-1 TCR yang dikenali oleh tumor renal, mendemonstrasikan bahwa pengenal tumornya adalah TCR – mediasi. Menariknya, TRAIL hadir untuk memainkan perannya dalam pengenalan tumor oleh HC/2G-1 yang dalam reaktivitasnya diblok oleh anti-TRAIL Ab, dan TRAIL yang larut dapat meningkatkan sekresi IFN- oleh HC/2G-1 dalam respons terhadap tumor renal. Penemuan ini dapat menjadi alternatif bahwa kloning HC/2G-1 merepresentasikan sel tipe CD4+ yang memiliki pengenalan luas TCR-mediasi dari determinan yang secara luas diekspresikan oleh RCC. (3)
referensi:
1) Anonymous. www.attack-cancer.org/AboutengineeredTcells/. About Engineered T cells. 17 Sept 09. 10.15 wib.
2) Anonymous. www.dkfz.de/…/Tcell_therapy.html. T Cell Therapy. 17 Sept 09. 10.25 wib.

3)            ANONYMOUS.WWW.FAMILYDOCTOR.ORG/ONLINE/FAMDOCEN/HOME/…/CANCER /…/721 .HTML. CANCER: CHOOSING A TREATMENT PROGRAM. 17 SEPT 2009. 10.30 WIB.

5)            ANONYMOUS.WWW.NEWS.BBC.CO.UK/2/HI/HEALTH/7460743.STM.CLONE CELL CANCER ‘CURE’ HAILED. 17 SEPT 09. 10.45 WIB.

6)            ANONYMOUS.WWW.NWO.NL/NWOHOME.NSF/PAGES/NWOP_54UJXG. GENETICALLY ENGINEERED T CELL TACKLES KIDNEY CANCER. 17 SEPT 09. 10.40 WIB.

7)            Disis, M.L, Bernhard, H, Jaffee, E.M. www.linkinghub.elsevier.com /retrieve/pii/S0140673609604049. Use of tumour-responsive T cells as cancer treatment. 17 Sept 09. 10.40 wib.
8)            Elizabeth J.Corwin, Patofisiologi,(ed) Bahasa indonesia ,2000, Jakarta: penerbit kedokteran.p617-618

9)            JUNE, C.H.WWW.PUBMEDCENTRAL.NIH.GOV/ARTICLERENDER.FCGI?ARTID=1857246. ADOPTIVE T CELL THERAPY FOR CANCER IN THE CLINIC. 17 SEPT 09. 10.10 WIB.

10)        JUNE, C.H.WWW.PUBMEDCENTRAL.NIH.GOV/ARTICLERENDER.FCGI?ARTID=1878537. PRINCIPLES OF ADOPTIVE T CELL CANCER THERAPY. 17 SEPT 09. 10.00 WIB.

11)        Martindale, D. www.healthfully.org/ocot/id12.htmlT-cell triumph-success with terminal skin cancer patients:Major breakthrough in treatment of terminal skin cancer with new approach to T – cell treatment. 17 Sept 09. 11.55 wib.
12)        Rony Muchtar. Cloning sel “atasi kanker kulit”.http://www.lintasberita.com/all/Science/Kloning_Sel_Atasi_Kanker_Kulit. 19 September 2009. 22.17
13)        Rosenberg, et.al. www.cancer.gov/newscenter/…/MelanomaGeneTherapy. New Method of Gene Therapy Alters Immune Cells for Treatment of Advanced Melanoma; Technique May Also Apply to Other Common Cancers. 17 Sept 09. 10.25 wib.

14)        WANG, Q.J, HANADA, K, YANG, J.C.WWW.JIMMUNOL.ORG /CGI/ CONTENT/ ABSTRACT /173/3/2143. CHARACTERIZATION OF A NOVEL NONCLASSICAL T CELL CLONE WITH BROAD REACTIVITY AGAINST HUMAN RENAL CELL CARCINOMAS. 17 SEPT 09. 10.50 WIB.

Anonim. Cloning an Army of T Cells for Immune Defense. http://www.hhmi.org/biointeractive/immunology/tcell.html. 22 september 2009. 21.47 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar